Kenapa Pengangguran Justru Didominasi Lulusan SMK?

Oleh: Didik Eri Sukianto (Pemimpin Redaksi) SEKOLAH kejuruan merupakan sekolah berbasis spesialisasi atau keahlian yang tujuannya untuk mencetak lulusan siap kerja. Wujudnya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK). Ada banyak jurusan SMK, diantaranya otomotif, multimedia, tata boga, perhotelan, administrasi perkantoran, dan lain sebagainya. Pola pendidikannya pun berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) karena di SMK kurikulum yang…

Oleh: Didik Eri Sukianto (Pemimpin Redaksi) SEKOLAH kejuruan merupakan sekolah berbasis spesialisasi atau keahlian yang tujuannya untuk mencetak lulusan siap kerja. Wujudnya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK). Ada banyak jurusan SMK, diantaranya otomotif, multimedia, tata boga, perhotelan, administrasi perkantoran, dan lain sebagainya. Pola pendidikannya pun berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) karena di SMK kurikulum yang digunakan adalah kurikulum berbasis keahlian. Sehingga ketika lulus, mereka sudah siap kerja di bidang sesuai jurusannya. Ada kompetensi di bidang masing-masing. Jika pada tahun 2000-an sekolah kejuruan masih bernama Sekolah Teknik Menengah (STM) khusus teknik dan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) khusus ekonomi dan administrasi, jumlahnya masih terbatas, termasuk jumlah jurusannya. Sejak berubah menjadi SMK pertumbuhannya naik cepat, begitu juga dengan jurusannya. Namun, menjamurnya SMK berbanding lurus dengan banyaknya minat lulusan SMP yang melanjutkan ke sekolah kejuruan dengan harapan bisa langsung kerja, tidak berbanding lurus dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia. Untuk diketahui, saat ini, jumlah SMK di Indonesia mencapai 17.300 sekolah dengan jumlah siswa sekitar 5.020.847 siswa. Jumlah itu sebanyak 3.400 berstatus sekolah negeri dan 13.900 berstatus swasta. Setiap tahun jutaan siswa SMK lulus. Akibat lulusan SMK tidak sebanding dengan penyerapan di dunia kerja, lulusan SMK mendominasi jumlah angka pengangguran terbuka secara nasional. Seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka lulusan SMK pada 2018 mencapai 11,24 persen, SMA sebesar. 7,95 persen, lulusan Diploma sebesar 6,02 persen, lulusan universitas sebesar 5,89 persen, lulusan SMP sebesar 4,80 persen dan lulusan SD sebesar 2,43 persen. Sementara jumlah pengangguran terbuka secara nasional sebesar 5,34 persen atau setara dengan 7 juta orang dari 131 juta orang angkatan kerja. Melihat fenomena ini, pertanyaanya adalah, apakah ada yang salah dengan sistem pendidikan kita, khususnya sekolah kejuruan. Logikanya adalah lulusan SMK siap kerja, tapi faktanya justru banyak yang menganggur. Jika dilihat di lapangan, memang ada beberapa faktor penyebab banyaknya lulusan SMK tidak terserap di dunia kerja dibandingkan lulusan pendidikan lainnya. Di antaranya adalah banyaknya jurusan di SMK yang tidak sesuai dengan karakter daerahnya atau tingkat kebutuhan tenaga kerja di daerah itu. Pada awalnya sekolah vokasi ini menyesuaikan dengan wilayah agar bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja ahli siap guna. Maksudnya jika di daerah pariwisata, maka jurusan yang dibuka adalah jurusan yang berkaitan dengan pariwisata, bukan memperbanyak jurusan teknik. Begitu juga dengan daerah lain, jurusan yang dibuka menyesuaikan karakter wilayah, kira-kira jurusan apa yang dibutuhkan paling banyak. Jika di daerah yang banyak industri, maka tepat jika dibuka jurusan teknik mesin, listrik, elektro, dan bisa juga jurusan administrasi perkantoran. Namun, akibat banyaknya berdiri SMK yang tidak memperhatikan jurusan yang dibuka dengan peta kebutuhan tenaga kerja, maka banyak lulusan SMK yang tidak terserap di daerahnya sendiri. Contoh di Kaltara, SMK yang cocok adalah jurusan pertanian, perkebunan dan perikanan karena karakter daerahnya memang seperti itu. Tapi justru di Kaltara ada SMK jurusan multimedia. Jika disesuaikan dengan kondisi daerah, maka jurusan multimedia belum saatnya ada di Kaltara. Hal itu dikarenakan belum banyak industri yang membutuhkan tenaga multimedia. Kalaupun ada jumlahnya sangat terbatas atau jauh jika dibandingkan dengan jumlah lulusan tiap tahunnya. Begitu juga jika hendak membuka usaha multimedia, saat ini belum waktunya karena kebutuhan jasa multimedia belum banyak. Tidak sebandingnya antara lulusan dan jumlah kebutuhan tenaga kerja, maka yang terjadi adalah meningkatnya jumlah pengangguran terbuka. Kaltara saat ini bisa membuka SMK jurusan teknik kelistrikan dan mekanika umum. Jurusan itu dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di pembangunan PLTA Kayan dan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Mangkupadi, Bulungan. Jadi lulusan yang tersedia akan berbanding lurus dengan kebutuhan tenaga yang ada di daerah Kaltara. Meskipun bisa saja lulusan dari Kaltara mencari kerja keluar daerah sesuai jurusannya, namun persaingan di daerah lain juga tinggi. Belum lagi kalau daerah lain itu menerapkan kebijakan mengutamakan warga lokal, tentu akan mempersempit peluang bagi lulusan SMK ini. Oleh karena itu, kedepan harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh terkait jumlah SMK dan jurusan di dalamnya. Jurusan harus benar-benar disesuaikan dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja oleh industri karena SMK memang mencetak tenaga kerja ahli siap pakai. Penyebab lain banyaknya jumlah pengangguran terbuka yang berlatar pendidikan SMK, juga dikarenakan tidak semua SMK menerapkan standar keahlian yang sesuai dengan standar industri di setiap kelulusan siswanya. Padahal standar ini penting agar lulusan SMK bisa diterima di industri. Jika standar kompetensi sekolah di bawahnya standar yang dikeluarkan industri, maka perusahaan akan melakukan training lagi, sama seperti menerima tenaga kerja lulusan non SMK. Itu juga mempengaruhi penerimaan lulusan SMK di dunia industri. Kemendikbud bersama pihak industri harus bersama-sama membuat aturan untuk kurikulum standar keahlian lulusan SMK. Terakhir, pola kerja sama sekolah dengan kalangan industri (perusahaan) perlu dibangun. Sekolah menyiapkan siswa siap kerja sesuai standar perusahaan dan pihak industri akan menyerap lulusan SMK tersebut. Jadi ada jaminan lulusan dari sekolah tersebut bisa bekerja di perusahaan yang menjalin kerja sama. Memang pembenahan sistem pendidikan di Indonesia ini mendesak dilakukan agar mutu pendidikan naik. Apalagi sekolah vokasi seperti SMK yang memang dari awal diselenggarakan untuk mencetak lulusan siap pakai, maka seharusnya tidak ada lulusannya yang menganggur. Selain pembenahan sistem pendidikan SMK, juga perlu dilakukan pembinaan lulusan SMK untuk berwirausaha sesuai dengan keahlian. Entah dalam bentuk pelatihan pemasaran, permodalan, dll. Dengan data yang dikeluarkan BPS ini bisa menjadi acuan untuk merestorasi sistem pendidikan SMK. Perlu dibedah satu persatu, dilakukan kajian agar kebijakan yang dikeluarkan berpihak kepada masyarakat dan bisa menjawab persoalan pengangguran terbuka ini. (*)

BERITA TERKAIT

Berita terkait tidak ditemukan!

TERPOPULER

Koran Kaltara adalah media terbesar di Kalimantan Utara yang berkantor pusat di Tanjung Selor mengusung tagline "Cerdas untuk Pembaruan" senantiasa menghadirkan berita-berita yang informatif dan inspiratif.

Copyright © 2018-2025 Korankaltara.com